My People

Welcome!

Assalamualaikum,
Welcome to the MilkyNadway!
MilkyNadway it's a fairytale! And i am a Queen of the kingdom in MilkyNadway. You can go to anywhere, you can be everything you want, and dont worry about time, and pain, and the sadness, the sorrow, you will not found it here.
So have fun, and enjoyed!

-arigatou \(^O^)/ sayounara
from, queen
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Oktober 27, 2015

Ketika aku, adalah Aplikasi.

Hai gue sebuah situs jejaring social yang biasa kalian sebut kontak jodoh, tapi bisa juga sebagai perusak jodoh. Tergantung bagaimana kalian menggunakan gue, dengan sebaik-baiknya kah, atau untuk mencari kebohongan?

Tanpa gue sadari, banyak banget manusia di muka bumi ini yang menyuaki gue. Dari yang sekedar iseng, jualan, sekedar mencari kesenangan, jual diri, atau yang bener-bener nyari jodoh disini.
Gue tertarik melihat satu orang perempuan, yang begitu percaya diri dan jujur dalam bercerita tentang dirinya kepada seluruh match yang beruntung bisa chating dengan dia.
Dia menanggapi beberapa orang, seakan-akan memancing mereka agar penasaran dengannya.
Ketika mereka sudah sangat dekat, baru dia mau membuka social media dia kepada teman barunya itu.
Menarik menurut gue, karena dia terlihat berbeda. Dan menurut survey yang gue lihat, kebanyakan laki-laki jadi tertantang untuk mengetahui dia lebih jauh lagi. Tapi semua balik lagi ke si perempuan ini... Sepertinya dia tipe yang setia, terlihat ketika dia mulai akrab dengan satu orang laki-laki berwajah arab-chinese, dan seketika itu pula dia berhenti membuka aku. Yang terus dia buka adalah Line. Well, jadi gue bertanya kepada Line, bagaimana kelanjutan perempuan ini.
Line menjawab dengan sumringah, jika perempuan ini sekarang kian akrab dengan si laki-laki. Walau dia masih sedikit tertutup, tapi dia mulai tertawa ketika menggunakan telefon. Gue dan Line, bertanya kepada telefon, apa yang mereka bicarakan hingga si perempuan tertawa.
Telefon berkata, si laki-laki sangat pintar berbicara, ia memuja si perempuan, dan selalu berkata jika mereka memiliki sebuah koneksi. si perempuan tertawa, dan menolaknya. namun walaupun ia menolak, tapi si laki-laki tidak menyerah.
"Jadi, dia tertawa bukan karena senang?" tanyaku kepada telefon..
"sepertinya. Jika ia menggunakan aku lagi, aku pasti memberi tahumu." Jawab, telefon.
Gue penasaran mengenai kelanjutan hubungan mereka.
Setiap hari yang gue tau adalah mereka selalu berkomunikasi di Line, sedikit yang gue tau si laki-laki tetap membuka gue setiap harinya, ia masih berkomunikasi dengan match yang lain, bercanda dan tertawa dengan perempuan lain. Aneh, jika ia memang ada koneksi dengan si perempuan, lantas Gue berbicara dengan Line, tentu saja Line tidak percaya, karena yang ia lihat adalah si laki-laki terus mengeluarkan bahasa cinta kepada si perempuan. Dia selalu jujur dan terbuka, dan sangat perhatian kepada si perempuan. bahkan Line berbicara dengan telefon, dan telefon mengakui bila si perempuan sudah mulai membicarakan suatu hal tentang pacar kepada temannya.
Benar saja, mereka berpacaran ketika memasuki bulan ke tiga sejak awal mereka bertemu. Si perempuan ternyata sangat mencintai si laki-laki, namun ia merasa ia bukanlah yang terbaik. Setiap hari yang ia lakukan adalah menulis note. Note adalah aplikasi paling sabar diantara gue, Line, dan telefon. Ketika Line cape digunakan terlalu lama, ia akan marah dan handphone menjadi panas. Ketika Line merasa lelah terus-terusan digunakan, ia akan berhenti bekerja. Ketika gue cape digunakan, gue akan menghapus beberapa match sehingga mereka kesal. Yang bisa kami lakukan hanya menggeretak. Lain lagi dengan Note, yang bisa ia lakukan adalah curhat dengan kami. Disitulah gue mengerti betapa si perempuan telah benar-benar jatuh hati.
Menurut Line, mereka akan kebandung bersama-sama.
Namun sama seperti dugaan gue, Line mulai agak risih dengan beberapa sikap si laki-laki.
Perlahan-lahan sikapnya berubah, terlihat dia sangat egois, dan mementingkan kehendaknya.
Contohnya ketika si perempuan ingin menyudahi hubungan karena ia merasa, jika si laki-laki akan memutuskan hubungan nantinya, jd lebih baik ia duluan agar ia tidak akan lebih terluka. namun si laki-laki tidak mau dan berusaha mempertahankan. beberapa hari kemudia, si laki-laki menyudahi hubungan karena hal yang ditakuti oleh si perempuan, dan ketika si perempuan sudah semakin cinta kepada si laki-laki. alhasil, yang paling terluka adalah si perempuan.
Terkadang gue marah kepada si laki-laki, awalnya ia menghapus gue dari handphonenya, karena si perempuan melihat si laki-laki masih chating dengan wanita lain. well, tepat seperti dugaan gue, dia bukan laki-laki yang setia.
Line bercerita kepada gue, jika si laki-laki kini semakin menguasai si perempuan, setiap hari si perempuan menangis didepan Line, menatap chat mereka berdua. Si perempuan sangat tegar, ia tetap ingin melihat si laki-laki bahagia. tidakkah ia mengerti jika perempuan yang ia kencani sangat lembut hatinya?
Sudah berbulan-bulan berlalu semenjak kejadian terakhir mereka bertengkar di telefon karena laki-laki lain, yang sebenarnya itu hanya candaan teman-teman si perempuan, namun si laki-laki dengan emosinya langsung menghina si perempuan.
Gue melihat si laki-laki mulai mengunduh gue, dan mulai bermain lagi dengan gue. Gue menghampiri Line.
"Apakah hubungan mereka sudah putus?" tanya gue.
"tidak, mereka masih berhubungan." Line terlihat curiga, "kenapa" tanyanya.
"tidak.. laki-laki itu mulai mengunduhku." jawab gue muram.
Line tampak kaget dan tidak percaya, namun dia hanya menggeleng-geleng, dan menatap iba wajah si perempuan. Line berbisik pilu, "Aku berharap dia cepat menemukan kejelekan si laki-laki sehingga ia tidak terus dibohongi seperti ini."
Kini gue fokus mengamati kegiatan si laki-laki, sejauh yang gue tau Line bisa berbicara dengan Line yang lainnya, namun ternyata tidak. Line berbeda dengan gue, dia hanya ada di handphone si perempuan. dan Line si laki-laki berada di handphone si laki-laki. Gue mendesah lemas.
Beberapa bulan kemudian, Line menghampiri gue dengan tergesa-gesa.
"Si perempuan ulang tahun, kau tau si laki-laki sering membuatku berhenti berbicara kepadanya."
"bagaimana bisa?" tanya gue bingung
"dia memblock semua ucapanku, sehingga dia tidak bisa membacanya." ucap line sedih
"kenapa? terus mereka berbicara darimana?"
"Path, dan Instagram. Aku melihat mereka berbicara disana." ucapnya.
Gue dan Line mulai berbicara dengan Instagram.
"apa kau tau tentang kedua orang itu?" tanya gue.
Instagram merenggut. "Kau bisa melihat mereka memiliki foto yang sangat-sangat romantis. ketika si laki-laki berulang tahun, si perempuan sangat-sangat sibuk."
"kapan kejadian itu?" tanya gue.
"sekitar bulan juli--"
"ah! aku tau, ketika itu si perempuan sedang sibuk training, dan dia tidak memiliki banyak uang. namun dia sangat-sangat menginginkan si laki-laki senang." selak Line.
Gue terdiam.
"tapi.." ucap instagram, "si laki-laki memiliki perempuan baru. aku lihat dia chatingan sama perempuan yang bilang dirinya model. dan bahkan si perempuan itu memasang foto si laki-laki di Instagram."
"benarkah???" ucap gue kaget. "lantas bagaimana reaksi si perempuan?"
"tentu saja ia marah. Sangat marah. tapi ia memaafkan si laki-laki."
Gue menghela nafas. "sudah kuduga."
"namun, kabar baiknya si laki-laki berhenti mengikuti si perempuan di instagram."
"aku tidak yakin. percaya denganku, nanti mereka akan kembali berteman. Aku mulai mengerti sikap si laki-laki." Ujarku skeptis
Benar saja, setelah kejadian itu, ketika si perempuan berulang tahun, dan si laki-laki mengunjunginya. Perempuan dan si laki-laki bertengkar hebat, menurut Line, si Laki-laki mulai dekat dengan sahabatnya, dan mereka bahkan berpacaran di belakang si perempuan.
Ulang tahun si perempuan dan si sahabatnya laki-laki sama. Begitukah akhirnya?
Awalnya mengejar kini merusak.
Akhirnya mereka benar-benar resmi berpisah.
Line berkata kepadaku, jika si perempuan sudah meminta kepada si laki-laki untuk tidak menghubunginya lagi.
Sepertinya dia amat sangat terluka.
Kau pasti tau mengapa, karena kami ikut merasakan. namun apalah daya kami, kami hanya bisa melihat dan menggertak :')

Juli 22, 2014

Rencana.

Gue menatap langit yang mulai mendung, hijau rumput yang semula terasa hangat kini mulai terasa sejuk dibalik badan gue. Gue berguling kearah kanan, terlihat sederetan semut merah berjalan beriringan dideket gue. sontak gue langsung terlonjak bangun, badan gue goyang-goyangin. Bukan, bukan gue ayan atau kesurupan. "Pantes aja badan gue gatel-gatel", gue mengumpat dalam hati. Gue membereskan buku-buku gue yang berserakan disamping gue, dan berjalan kearah kantin.
Terdengar tawa anak-anak basket cowo dari arah lapangan belakang, gue menatap seorang laki-laki yang badannya kurang lebih 2 meter. Kulitnya yang putih tertimpa cahaya matahari yang menyengat, walaupun hampir setiap istirahat siang dia main basket entah kenapa dia ngga pernah menghitam. Mungkin dia pake sebotol body lotion sebelum olahraga. Entahlah.
Tempat duduk gue persis menghadap kelapangan belakang. Laki-laki itu berlari kearah kanan, meminta bola dari temannya yang tingginya kurang lebih sama. dia mendrible sebentar lalu melemparnya. bola orange itu masuk dengan mulusnya. Laki-laki itu berhigh-five dengan teman-temannya, badannya basah oleh keringat.
sesaat mata kami beradu pandang, gue mengalihkan pandangan gue ke buku novel yang gue baca.
"Dio!" Seorang perempuan berlari kearah laki-laki tersebut, rambutnya yang panjang bergoyang-goyang dengan lembut. Dio menoleh sebentar dan mengangguk kearah si perempuan itu.
"Oh, Sel. Kenapa?" tanyanya, matanya masih menatap lapangan dan sesekali meneriaki kata-kata penyemangat untuk teman-temannya.
"Mau minum?" tanya Selly, sembari memberikan sebotol minuman dingin kearah Dio.
"Makasih, tapi engga deh Sel. Gue main lagi abis ini."
Wajah Selly yang cantik tampak kecewa, dia tersenyum tipis kearah Dio.
"Gue boleh nontonin lo ya?"
Dio mengangguk sekilas.
"Disini." Ucapnya lagi.
"Silahkan aja"
Selly duduk disamping Dio, gue berusaha menghilangkan fikiran-fikiran yang kurang mengenakan. Sebenarnya fikiran gue ngga jauh-jauh dari kata 'Seandai gue secantik Selly', atau 'Seandainya gue yang disana". Selalu dengan kata 'Seandainya'.
Lo semua pasti mikirnya gue ngga tau bersyukur. Tapi memang kenyataannya ngga banyak yang bilang gue cantik, paling yang bilang nyokap bokap gue. mentok-mentoknya ya diri gue sendiri.
Badan gue tingginya rata-rata, berat gue juga rata-rata. Rambut gue keriting dicatok lurus panjang sepunggung. Hidung gue mancung, bulu mata gue lentik, kalau gue senyum pasti terlihat lesung pipi dikedua pipi gue. Muka gue yang Arabian juga menambah karakter wajah gue.
Mungkin untuk kalian yang baca, mikirnya gue cantik dan penasaran sama kekurangan gue.
Sesosok tangan yang ramping menarik buku gue dengan cepat. Gue tersontak dan berusaha merebut buku gue dari tangannya.
"Baca buku tuh di perpustakaan dong!" Suara yang nyaring terlontar dari mulut Vania.
"Balikin buku gue, Van!" Tangan gue mencoba menarik buku gue dari genggaman Vania.
Vania bergegas memberikan buku gue ke salah satu temannya--Anya. Anya menatap gue penuh kejijian. Entah kenapa gue selalu jadi korban bulan-bulannya Vania dan gengnya.
Tangan yang panjang meraih buku gue dari tangannya Anya.
"Buku gue nih." suara yang hangat terlontar dari bibir Dio.
"Dio, itu buku lo?" Anya berbalik kaget menatap sosok laki-laki yang berdiri tegap dibelakangnya.
"Iya, gue pinjemin ke nadya." Dio menghampiri gue sambil memberikan bukunya ke gue. "Nih nad."
Gue memeluk bukunya erat-erat, "thanks."
Anak-anak basket cowo berkumpul di kantin setelah selesai adu tanding, geng Vania udah berpindah duduk ditengah-tengah kantin. Gue bersiap-siap membereskan buku-buku gue. Salah seorang anak basket duduk disamping gue,
"Gue disini ya?"
Gue menatap bingung sosok Dio yang udah duduk disamping gue.
"Silahkan aja. Gue udah mau pergi." Gue tersenyum simpul kearahnya.
"Yah gue baru duduk masa lo pergi nad. Temenin gue ya, sebentar doang." ucapnya sambil terkekeh.
Gue menimbang-nimbang untuk memaksa keluar dari kursi gue atau tetep stay dan balik duduk dikursi gue. Mata-mata cantik dari gengnya Vania mendelik kearah gue.
"hmm.." gue mendesah sekilas, "gue mau keperpus."
"Gue juga mau kesana, bareng aja. Tapi gue makan dulu, laper nih." Ucapnya tetep ngga bergeming.
Gue menyerah dan kembali duduk disampingnya.
"Nah, gitu dong." Dio tertawa nyaring disamping gue. "Lo suka baca buku Horror juga nad?"
"ah.. iya." jawab gue spontan.
"Gue juga. Gue punya banyak koleksi buku-buku Horor dirumah gue."
"Masa?"
"Iya, kapan-kapan gue bawain deh."
"Ah, serius?" tanya gue, senyum sumringan terkembang di wajah gue.
Dio menatap mata wajah gue, senyum puas tersungging diwajahnya. "Iya. Janji deh."
Selly datang kearah gue dan Dio, langsung duduk didepan gue.
"Nad, kok ngga makan? Ngga ada uang ya, sini gue yang bayarin lo pesen aja." ucapnya tiba-tiba.
Gue menduduk kearah lantai, "makasih Sel, gue ngga lapar."
"Yaudah kalau gitu. Gue ikut makan disini ya, Nad?" tanyanya dengan cara bicara yang halus banget, seakan lagi meminta uang jajan ke bokapnya.
"Silahkan aja Sel, tapi kita habis ini mau ke perpus." jawab Dio.
"Oh, lo udah selesai makan Di?" tanya selly masih dengan suaranya yang halus.
"Udah nih, gue baru mau jalan. Yuk, Nad."
Gue menatap mata Selly yang menatap gue dengan terheran-heran, "eh. iya, gue duluan Sel."
Dio berbicara dengan Evan salah satu anggota teamnya sebentar, gue berdiri dibelakang Dio. Tinggi gue hanya sampai sebatas bahunya aja, gue merasa pendek banget jadi gue berjalan mendahului Dio.
Gue merasakan Dio berlari dibelakang gue menghampiri gue, 
"Buru-buru amat bu." ledeknya.
"Gue berasa pendek disebelah lo." gumam gue.
"Apaan?" tanya dio.
"Itu gue ngejar Ufo." ucap gue spontan.
Dio tertawa disamping gue, Rambutnya masih basah karna keringat. Kami berjalan dalam hening, badannya yang lengket menempel di lengan gue.
"Di." ucap gue pelan-pelan.
"Kenapa, Nad?"
"Lo ngga ganti baju dulu?"
Wajahnya tiba-tiba memerah, "Kenapa? Gue bau ya?"
"Bukan!" ucap gue cepat-cepat. Melihat reaksi gue, Dio tertawa terpingkal-pingkal disamping gue.
"terus kenapa?" tanya-nya.
"Nanti lo masuk angin." ucap gue pelan-pelan.
Dio hanya menatap lurus koridor, senyumnya merekah. Tidak ada tanda-tanda dia mau membalas ucapan gue, jadi gue juga berjalan sambil diam.

Februari 01, 2014

-Be One 2 you-

____________________________________BAB6___________________________________
PERSELINGKUHAN
  Angin mulai berbisik, langit menghitam, dalam suasana hutan yang kian mencekam. Terlihat seorang pria menatap sendu sebuah kertas putih. Matanya menatap lurus, memandangi setiap goresan tinta yang melekat, dan perlahan air sendu jatuh menuruni rahang pria tersebut.

Sahabatku Harold,
 Ketika kau telah melepas sesuatu yang memang berarti untukmu, bukan tidak mungkin itu akan kembali. hanya saja kau perlu waktu untuk mencarinya. karna sesuatu yang telah hilang, tidak akan semudah itu kembali.

                                                                                                                                             love, Helena.

  Rahang sang laki-laki mengeras, peluh membasahi pelipisnya. suasana sedang berangin, namun hati sang laki-laki semakin panas. diremasnya surat kecil tersebut, dilemparkannya kebawah jurang. Dengan masih terengah-engah, sang laki-laki tersebut masuk kedalam mobil, dan bergegas pergi meninggalkan hutan .
  Mobil kini sudah mencapai batas kecepatan, si laki-laki menatap lurus kearah jalan raya yang mulai sepi. hidungnya kembang-kempis, sedikit ia mengatupkan kedua rahangnya, perlahan laju mobil semakin berkurang. Diliriknya handphone yang sedari tadi berbunyi, diacuhkannya, dan ia pun terdiam. mobil mulai berhenti disebuah pompa bensin. Dan sang laki-laki keluar,
"Isi penuh."
"Bayar cash atau debit, pak?"
"cash."
"maaf pak, bensin anda sudah penuh."
"benarkah?" laki-laki tersebut terlihat salah tingkah, dan buru-buru berbicara,
"oh.. maaf. kalau begitu aku akan parkir; untuk membeli sesuatu. terimakasih."
laki-laki tersebut masuk kedalam mobil, dan mulai menjalankan mobilnya pelan-pelan. tidak sampai sepuluh detik, dentingan nada panggilan handphone mulai terdengar. 'helulaby' terlihat dalam layar handphone tersebut.
Diangkatnya panggilan tersebut. Terdengar suara perempuan berbicara dari sebrang telefon.
"Hello, Radjam. Kamu dimana? Aku menelfonmu dari tadi! Aku khawatir padamu. Hello. Radjam, kamu disana? He.."
Pemilik telfon. Radjam. Mematikan telfon tersebut, melemparkannya ke jok mobil dan bergegas keluar.
Didalam sebuah mini market, radjam terdiam, menatap setumpuk buku majalah. Ia mulai memikirkan arti dari surat tersebut. Memang harold dan helena sudah lama bersahabat. namun apa arti surat itu. Ia mulai menggali kenangan harold dan helena, kedekatan harold selama ini memang mengusiknya, terlebih lagi ketika ia mulai menyentuh tangan helena, atau memegang rambut helena. dan yang terpenting adalah, mengapa helena tidak merasa risih atau marah.
Lamunaan radjam sedikit buyar ketika pundaknya ditepuk seseorang, ia mengalihkan pandangannya ke seseorang dibelakangnya.
"hei. Apa aku pernah melihatmu?" tanya sang gadis.
radjam terpaku memandang sang gadis. ia mengingat-ingat, apakah ia pernah bertemu dengan gadis ini? Gadis ini cukup menarik, rambutnya coklat muda, panjang bergelombang, ditambah bando biru tua, membuat sang gadis terlihat menarik.
"maaf. sepertinya kita belum pernah bertemu. mungkin ini adalah pertemuan pertama." radjam tersenyum memandangi sang gadis."
sang gadis terlihat salah tingkah melihat ketampanan radjam. "well, ya, maaf aku fikir aku mengenalmu."
"oh. tidak masalah. jadi, siapa namamu?"
"khatlyne. panggil saja aku katie, atau kate."
"Nama yang cantik, seperti pemiliknya. Aku Radjam."
"well, thank you." wajah katie tersipu, dan iapun menunduk, sekedar melihat ujung sepatunya."
"Jadi.. Apa yang kau lakukan disini?" tanya radjam.
"Aku berbelanja. dan kau?"
"hmm, entahlah. aku hanya sekedar melihat-lihat."
Ya aku perhatikan kamu hanya berdiri menatap majalah tersebut sedari tadi."
"ya.. apa aku terlihat konyol?" radjam tertawa melihat ekspresi lugu katie
"Apa? apa yang lucu? tidak. ya. itu sangat konyol." Katie ikut tertawa.
"Jadi, apa kau sudah selesai berbelanja nona?"
"Sudah tentu saja." tersenyum, memandang radjam.
"Kau ada rencana? Aku ingin mencoba pergi ke pub didekat sini."
"well, tidak, rumahku didekat sini. Kau mungkin mau mencoba pub didekat sungai.
disana sepi namun pemandangannya bagus."
"mau ikut? nanti ku antarkan kau pulang."
"well. er.. ya mungkin."
"Kalau kau ragu aku tidak memaksa." Radjam tersenyum simpul.
"tidak. oke aku tak apa. lagipula kau tidak tau jalan kesana."
mereka berdua berjalan memasuki mobil. Keduanya terdiam, mobil berjalan lurus dalam keheningan. satu-satunya suara yang terdengan hanya nada panggilan handphone radjam.
"tidakkah kau angkat telefon itu, sepertinya sangat mendesak."
"Tidak. Itu hanya seorang klien." radjam menatap lurus jalan, sesekali melirik kearah handphone, sesekali melirik kearah katie.
"belok kanan, ya, disamping pohon mahoni."
"okay, nona katie. Jadi pesankan aku minuman menurut rekomendasimu"
keduanya berjalan menuju pub tersebut, suasananya nyaman, tidak terlalu terang, hanya ada 4 buah meja kecil, dan hampir-nyaris tidak ada orang dalam pub tersebut.
Keduanya asik berbicara, saling melemparkan candaan, dan tertawa, melupakan sejenak suasana malam. malam semakin larut, dan udara semakin dingin. Waktu menunjukan pukul 1 lebih 20 menit.
"sepertinya kita terlalu asik berbicara. sudah agak larut dan semakin dingin." Katie menyilangkan kedua tangannya.
dengan sigap radjam melepaskan coat yang ia pakai dan memakaikannya kepundak katie, sejenak mata mereka bertemu. dengan jarak yang hanya terpaut 5cm. perlahan namun pasti radjam mendekatkan diri, dan dengan lembut mencium bibir katie. katie terdiam, terasa hangat dan panas mulai menjalar dalam setiap inci tubuhnya. wangi alkohol bersatu, dalam setiap tarikan nafas keduanya.
terengah-engah, radjam menarik diri. katie terdiam, menatap wajah radjam, pipinya bersemu merah.
"Sepertinya kamu mabuk. Apakah kamu bisa menyetir sendiri? Well, rumahku tidak jauh dari sini. bila kamu mau, kamu boleh memakai kamar tamuku."
radjam menatap mata katie, matanya menatap helena. ia menyentuh pipi katie, tangannya mengusap lembut pipi helena, dan ia mencium katie untuk kedua kalinya, dalam bayangannya ia mencium helena.
Katie melepas ciuman radjam, dan ia berbisik.
"bagaimana dengan tawaranku?"
Radjam mengangguk, dan mereka berdua menaiki mobil. Katie yang menyetir untuk berjaga-jaga karna radjam terlihat akan ambruk dalam tempo yang singkat.
Sesampainya dirumah katie, katie membopoh radjam memasuki kamarnya, dan radjam langsung terjatuh-tertidur.
Keesokan harinya radjam terbangun dengan rasa pusing luar biasa. Ia melihat suasana yang berbeda, bukan didalam kamarnya, atau kamar helena, atau didalam aprtement mereka berdua. Tangannya meraba pelipisnya. Ia membuka mata sedikit menatap seseorang yang terlelap dalam dekapannya.
matanya terbuka lebar. Bukan helena. Ia mulai mengingat-ingat kejadian semalam. Siapa? dan apa yang ia lakukan?
nafas radjam terengah-engah, matanya terbelalak, ia mencari jam dinding, terlihat dipojokan kamar sekitar pukul 10 pagi.
"Ini tidak mungkin terjadi," gumamnya
Ia melepaskan dekapan sang gadis. Terlihat pula mereka dalam keadaan tidak mengenakan hsehelai benangpun.
ia teringat apa yang terlah terjadi semalam, sang gadis-katie, pembicaraan dalam pub, ciuman, dan.. sex? Apa yang ia fikirkan?
"Selamat pagi" Katie tersenyum memandang radjam.
"Uhm. pagi" Radjam memandangi katie, dan terdiam.
"sejujurnya aku harus pergi. Aku ada pe-meeting, dengan klienku tadi, dan well, ini sungguh sangat telat."
katie terdiam, duduk dipinggir kasur dan meregangkan kedua tangannya, ia memakai baju tidur satin berwarna pink, dan berjalan mendekati radjam.
"benarkah? Apakah kamu akan kesini lagi? Tidakkah kamu ingat ucapan cintamu tadi malam?" tanya-nya sembari duduk disamping radjam.
"aku.. tidak aku. ya. aku janji akan kesini lagi, namun sekarang aku benar-benar harus pergi."
"okay, kalau begitu bersiaplah." Katie tersenyum memandang radjam, dan berjalan keluar pintu "ku siapkan breakfast, makan dulu sebelum pergi."
"terimakasih."
-----------------------------------------------------------------------------------------
Radjam melajukan mobilnya dengan kencang, fikirannya melebur menjadi satu.
Ingatannya semalam. Surat itu, katie, bayangan Helena, dan pernikahan. Ya. Pernikahannya dengan Helena hari ini.
Handphonennya terus berbunyi, kini bukan helena yang menelfon melainkan Kristy. Sang kakak sudah menelfon lebih dari 15kali.
Radjam mengangkat telefon tersebut,
"Kamu dimana?! Pernikahan sudah akan dimulai dan sang mempelai pria tak ada. Demi tuhan Radjam, Helena menangis dari tadi pagi!"
"Aku. maaf. aku tadi malam, ak.."
"Tidak. Aku tidak ingin mendengar alasanmu. Demi tuhan datanglah secepatnya, atau pernikahan ini batal."
"ka. aku.."
Telefon terputus, radjam melemparkan telefonnya kebawah jok, dan ia mulai mempercepat laju mobil.

-Akankah Radjam sampai ke pernikahan tepat waktu? Lalu bagaimana dengan helena selanjutnya? Apakah pernikahan akhirnya dibatalkan? nantikan kelanjutannya!-
-to be continued